Kisruh


Kisruh, konflik hingga saat ini masih mewarnai halaman-halaman media berita, baik cetak maupun elektronik. Di Yaman, perang yang dilatarbelakangi politik terus berkobar. Sudah beratus nyawa melayang oleh keganasan atas nama nafsu kekuasaan. Gedung-gedung luluh lantak. Tenaga medis kian menipis karena banyak akses yang terputus, faktor keselamatan jiwa juga menjadi alasan utama kenapa mereka tidak berani beroperasi.

Dan yang lebih menyedihkan, anak-anak yang seharusnya mendapatkan pendidikan, kini juga terlantar. Bagaimana akan menyemai perdamaian kelah hari, jika yang mereka tonton adalah kebengisan, saling menyerang? Barangkali, para yang tengah berseteru harus memikirkan generasi mereka, kecuali mereka memang menginginkan kedamaian menjadi barang langka.

Tidak hanya di Yaman, di Suriah perang yang sudah bertahun-tahun juga belum menunjukkan kapan konflik itu akan berakhir. Negara-negara adidaya berduyun-duyun mencemplungkan diri mencoba mengatasi perang yang juga dipicu oleh nafsu kekuasaan tersebut. Sayang seribu sayang, negara-negara superpower itu membawa alat-alat perdamaian yang mematikan: pesawat tempur, tank, senapan serbu, dan alutsista lainnya. Apakah mungkin menciptakan perdamaian jika yang ditenteng itu alat-alat mematikan?

Konflik di negeri Bashar Assad itu meluas. Tidak hanya negara-negara adidaya yang terlibat, tetapi juga negara-negara lain. Meski negara-negara kecil ini tidak terlibat secara pemerintahan, namun banyak warga mereka yang berbondong-bondong menuju medan konflik. Konon, yang bergabung dengan ISIS, keikutsertaan mereka demi menegakkan agama Tuhan.

Benarkah peperangan ini untuk menegakkan agama Tuhan? Adakah alasan lain yang lebih jujur? Bukankah awal mula perang memang selalu dipicu oleh keinginan berkuasa?

Suriah dan Yaman, menurut kami, hanya menjadi laboratorium perang. Negara-negara adidaya, yang getol memproduksi senjata perang, harus memiliki medan nyata untuk menguji “alat-alat pembunuh”. Sedangkan yang lainnya, ingin menguji doktrin. Di tengah konflik yang sedang berlangsung, barangkali, kita tidak akan menemukan yang murni membela Tuhan atau ingin menciptakan perdamaian. Ada banyak kerakusan berkuasa yang diselimuti bermacam-macam “asap” alasan. Semua kabur. Semua menyalakkan senjata, tank, menderukan pesawat tempur sambil meluncurkan roket, bom yang meluluhlantakkan.

Apakah konflik menjadi cita-cita bisnis di masa depan? Apakah perang akan menjadi pariwisata yang menyenangkan, sehingga tidak pernah berkesudahan? Ataukah, memang sudah tabiat manusia selalu menyemai konflik?

Mari kita akhiri konflik. Generasi-generasi bangsa ini perlu kita warisi sikap arif, bukan luka-luka konflik yang tidak punya titik nadir.
Previous
Next Post »
Thanks for your comment